Rantauprapat – Pancapena.com – Suasana semarak memenuhi Lapangan Lapas Kelas IIA Rantauprapat pagi itu. Di bawah terik matahari, deretan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tampak bersiap di garis start, kaki mereka terikat rapi dalam karung goni. Begitu peluit dibunyikan, sorak-sorai pun pecah. Aksi para peserta yang jatuh-bangun saat berusaha melompat ke garis akhir mengundang gelak tawa dan tepuk tangan dari penonton.


Bagi sebagian orang, 17 Agustus identik dengan pesta rakyat di lapangan desa. Namun bagi para WBP, momen ini menjadi pengingat bahwa makna kemerdekaan bukan hanya soal bebas secara fisik, melainkan juga tentang rasa—rasa kebersamaan, kegembiraan, dan harapan yang tetap menyala di balik jeruji.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Rantauprapat, Khairul Bahri Siregar, menegaskan bahwa kegiatan seperti ini merupakan bentuk sederhana dari kebahagiaan yang tulus.
“Kami ingin peringatan HUT RI di Lapas ini membawa keceriaan. Lomba ini bukan hanya melatih kekompakan, tetapi juga mengajarkan bahwa tawa bisa menjadi perekat kebersamaan, bahkan di tengah keterbatasan,” ujarnya.
Tak hanya para peserta, petugas Lapas pun turut ambil bagian dalam kemeriahan, menciptakan suasana hangat, akrab, dan penuh canda tawa. Semangat kemerdekaan pun terasa begitu nyata—membuktikan bahwa rasa persatuan dan kebersamaan tak mengenal batas ruang dan waktu.
(Humas Lapas Rantauprapat)
(Heri)