Jakarta – Pancapena.com – Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta, dipenuhi ratusan Klien Pemasyarakatan yang turut dalam aksi bersih-bersih lingkungan, Kamis (26/6). Kegiatan ini menjadi penanda dimulainya Gerakan Nasional Pemasyarakatan: Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025 yang juga berlangsung serentak di 94 Balai Pemasyarakatan (Bapas) se-Indonesia.


Aksi sosial ini merupakan bentuk kesiapan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam mengimplementasikan pidana kerja sosial dan pidana pengawasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan mulai berlaku tahun 2026.



“Hari ini klien Bapas di seluruh Indonesia bekerja secara sukarela dan nyata. Mereka membersihkan fasilitas umum, membantu masyarakat, dan menunjukkan kesiapan Pemasyarakatan dalam menjalankan pidana non-penjara seperti kerja sosial,” tegas Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, saat meluncurkan gerakan nasional ini.
Ia menegaskan bahwa pidana alternatif adalah upaya untuk mengembalikan pelaku ke tengah masyarakat sembari memberikan manfaat nyata. “Kerja sosial ini adalah bentuk penebusan atas kesalahan kepada masyarakat,” ujar Agus.
Lebih lanjut, ia mencontohkan keberhasilan pelaksanaan diversi dan pidana non-penjara dalam Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012. Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade, angka hunian anak di Lapas dan Rutan menurun drastis, dari sekitar 7.000 menjadi 2.000 anak. Agus menyatakan optimisme bahwa hal serupa juga bisa diterapkan pada pelaku dewasa. “Pidana alternatif juga mampu mengurangi overcrowding, masalah klasik yang selama ini membebani lapas dan rutan,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, menegaskan komitmen jajarannya. “Kami siap mendukung pelaksanaan pidana alternatif di seluruh tahapan, mulai dari pra-adjudikasi, adjudikasi, hingga pasca-adjudikasi. Ini selaras dengan semangat Pemasyarakatan Pasti Bermanfaat,” katanya.
Dalam kegiatan ini, Menteri Agus juga menyaksikan langsung aksi bersih-bersih oleh 150 Klien Pemasyarakatan Jakarta di kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Mereka membersihkan taman, fasilitas umum, hingga area danau. Di saat yang sama, aksi serupa juga dilaksanakan oleh ribuan klien lainnya di seluruh wilayah Indonesia.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut menyatakan bahwa aksi ini merupakan contoh awal pelaksanaan pidana kerja sosial. “Ke depan, bentuk kerja sosial dapat berupa pelayanan di panti sosial, sekolah, atau lembaga rehabilitasi. Klien juga dapat memberi motivasi kepada masyarakat agar tidak mengulangi kesalahan yang sama,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan kebutuhan peningkatan kualitas dan kuantitas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) kepada Menteri IMIPAS yang disambut baik. Menurutnya, PK memiliki peran strategis sebagai perancang proses reintegrasi sosial.
Dengan peluncuran gerakan ini, Pemasyarakatan membuka era baru kontribusi klien kepada masyarakat sebagai wujud nyata reformasi pemidanaan yang lebih humanis dan berkeadilan restoratif.
Kegiatan ini turut dihadiri pejabat tinggi Kementerian IMIPAS, perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, unsur Aparat Penegak Hukum (APH), serta stakeholder lainnya. Secara virtual, seluruh Kepala Kantor Wilayah, Kepala Bapas, kepala daerah, dan aparat penegak hukum dari berbagai wilayah juga mengikuti kegiatan ini secara serentak.
(Heri)